Senin, 27 September 2021

TAKHRIJ HADITS SHOHIH BUKHORI 1701



A. Hadits Shohih Bukhori 1701

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْعَدَوِيِّ أَنَّهُ قَالَ لِعَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ وَهُوَ يَبْعَثُ الْبُعُوثَ إِلَى مَكَّةَ ائْذَنْ لِي أَيُّهَا الْأَمِيرُ أُحَدِّثْكَ قَوْلًا قَامَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْغَدِ مِنْ يَوْمِ الْفَتْحِ فَسَمِعَتْهُ أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي وَأَبْصَرَتْهُ عَيْنَايَ حِينَ تَكَلَّمَ بِهِ إِنَّهُ حَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ مَكَّةَ حَرَّمَهَا اللَّهُ وَلَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ فَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ بِهَا دَمًا وَلَا يَعْضُدَ بِهَا شَجَرَةً فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ لِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُولُوا لَهُ إِنَّ اللَّهَ أَذِنَ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ وَإِنَّمَا أَذِنَ لِي سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ وَقَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا بِالْأَمْسِ وَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَقِيلَ لِأَبِي شُرَيْحٍ مَا قَالَ لَكَ عَمْرٌو قَالَ أَنَا أَعْلَمُ بِذَلِكَ مِنْكَ يَا أَبَا شُرَيْحٍ إِنَّ الْحَرَمَ لَا يُعِيذُ عَاصِيًا وَلَا فَارًّا بِدَمٍ وَلَا فَارًّا بِخُرْبَةٍ خُرْبَةٌ بَلِيَّةٌ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah(1) telah menceritakan kepada saya Al Laits(2) dari Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi(3) dari Abu Syuraih Al 'Adawiy(4) bahwa dia berkata, kepada 'Amru bin Sa'id saat dia mengutus rambongan ke Makkah: "izinkan aku wahai Pemimpin (amir) untuk menyampaikan satu sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat Beliau memberikan khuthbah sehari setelah hari Pembebasan Makkah, aku mendengar dengan telingaku sendiri dan merasakan dengan hatiku sendiri serta melihat dengan mata kepalaku sendiri ketika Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkannya, Beliau memuji Allah dan mensucikannya kemudian bersabda: 'Sesungguhnya Makkah, Allah telah mensucikannya namun orang-orang (Musyrikin Makkah) tidak mensucikannya. Maka tidak halal bagi setiap orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menumpahkan darah didalamnya, dan tidak boleh mencabut pepohonan di dalamnya. Kalau sesorang diberikan kebolehan memerangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalamnya katakanlah bahwa Allah Ta'ala telah mengizinkan kepada RasulNya dan tidak mengizinkan kepada kalian. Sesungguhnya Dia (Allah Ta'ala) telah mengizinkanku pada suatu masa di siang hari kemudian dikembalikan kesuciannya hari ini sebagaimana disucikannya sebelumnya. Maka hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir". Ditanyakan kepada Abu Syuraij: "Apa yang dikatakan 'Amru?". Katanya: "Aku lebih mengetahui tentang peristiwa itu daripadamu wahai Abu Syuraij: "Sesungguhnya di tanah haram ini, Beliau tidak akan melindungi orang yang bermaksiat, orang yang (dihukum karena) menumpahkan darah dan orang yang mencuri".

B. Sanad

(1) Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah , Ats Tsaqafiy Al Baghlaniy, Abu Raja', Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 240 H, hidup di Himsh. 

(2) Laits bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman, Al Fahmiy, Abu Al Harits, Tabi'ut Tabi'in kalangan tua, wafat tahun 175 H, hidup di Maru.

(3) Sa'id bin Abi Sa'id Kaisan, Al Maqburiy, Abu Sa'ad, Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 123 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.

(4) Khuwailid bin 'Amru bin Shakhr, Abu Syuraih, Shahabat, wafat tahun 68 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.

C. Hadis ini memiliki beberapa hadits penguat salah satunya yakni Shahih Bukhori 3957 

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ شُرَحْبِيلَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْعَدَوِيِّ أَنَّهُ قَالَ لِعَمْرِو بْنِ سَعِيدٍ وَهُوَ يَبْعَثُ الْبُعُوثَ إِلَى مَكَّةَ ائْذَنْ لِي أَيُّهَا الْأَمِيرُ أُحَدِّثْكَ قَوْلًا قَامَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَدَ يَوْمَ الْفَتْحِ سَمِعَتْهُ أُذُنَايَ وَوَعَاهُ قَلْبِي وَأَبْصَرَتْهُ عَيْنَايَ حِينَ تَكَلَّمَ بِهِ إِنَّهُ حَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنْ مَكَّةَ حَرَّمَهَا اللَّهُ وَلَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ بِهَا دَمًا وَلَا يَعْضِدَ بِهَا شَجَرًا فَإِنْ أَحَدٌ تَرَخَّصَ لِقِتَالِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهَا فَقُولُوا لَهُ إِنَّ اللَّهَ أَذِنَ لِرَسُولِهِ وَلَمْ يَأْذَنْ لَكُمْ وَإِنَّمَا أَذِنَ لِي فِيهَا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ وَقَدْ عَادَتْ حُرْمَتُهَا الْيَوْمَ كَحُرْمَتِهَا بِالْأَمْسِ وَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَقِيلَ لِأَبِي شُرَيْحٍ مَاذَا قَالَ لَكَ عَمْرٌو قَالَ قَالَ أَنَا أَعْلَمُ بِذَلِكَ مِنْكَ يَا أَبَا شُرَيْحٍ إِنَّ الْحَرَمَ لَا يُعِيذُ عَاصِيًا وَلَا فَارًّا بِدَمٍ وَلَا فَارًّا بِخَرْبَةٍ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ الْخَرْبَةُ الْبَلِيَّةُ 

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Syurahbil, (1) Telah menceritakan kepada kami Al Laits, (2) dari Al Maqburi, (3) dari Abu Syuraikh Al'Adawi, (4) ia berkata kepada Amru bin Said yang ketika itu ia mengirim beberapa utusan ke Makkah; "Wahai Amir, izinkanlah aku mengajakmu bicara suatu hal yang akan diucapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam besok pada penaklukan Makkah, yang kudengar dengan kedua telingaku dan diperhatikan oleh hatiku serta dilihat oleh kedua mataku ketika beliau mengucapkannya. Beliau memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah lantas berujar: "Sesungguhnya Makkah telah Allah sucikan dan manusia tidak mensucikannya sebelumnya, tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah di sana, tidak pula menebang pohon, kalaulah seorang berkilah bahwa Rasulullah pernah memberi keringanan untuk perang, katakan padanya: 'Allah mengijznkan khusus untuk Rasul-Nya dan tidak mengizinkan untuk kalian, dan Allah pun mengizinkannya hanya beberapa saat ketika siang, dan kesuciannya telah kembali hari ini sebagaimana kesucian kemarin, hendaklah yang menyaksikan untuk menyampaikan yang tidak hadir." Ditanyakan kepada Abu Syuraikh; "Apa yang Amru ucapkan kepadamu? Jawabnya; "Aku lebih tahu terhadapnya wahai Abu Syuraikh, sesungguhnya tanah haram tidak akan melindungi pelaku kemaksiatan dan tidak pula manusia yang lari menumpahkan darah dan tidak pula yang lari melakukan penghancuran-penghancuran." Kata Abu Abdullah, makna Kharibah adalah bencana (kehancuran)”.

Dan memiliki sanad sebagai berikut:

(1) Sa'id bin Syurahbil, Al Kindiy Al 'Afifiy, Abu 'Utsman , Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 212 H, hidup di Kufah.

(2) Laits bin Sa'ad bin 'Abdur Rahman, Al Fahmiy, Abu Al Harits, Tabi'ut Tabi'in kalangan tua, wafat tahun 175 H, hidup di Maru.

(3) Sa'id bin Abi Sa'id Kaisan, Al Maqburiy, Abu Sa'ad, Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 123 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.

(4) Khuwailid bin 'Amru bin Shakhr, Abu Syuraih, Shahabat, wafat tahun 68 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.

Hadis ini memiliki penguat sebagai berikut: Shahih Muslim 2413, Sunan Tirmidzi 737, Sunan Tirmidzi 1326, Sunan Nasai 2827, Musnad Ahmad 15778, Musnad Ahmad 25907, Musnad Ahmad 25911.




SYAFI’ATUL AMALAH – 04020120065

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM – A4

TUGAS HADITS DAKWAH

Jumat, 24 September 2021

“MENYAMPAIKAN KEBENARAN PADA PENGUASA YANG DZOLIM”


Islam menganjurkan pemeluknnya untuk mentaati pemimpin yang benar-benar mengemban amanat yang diberikan kepadanya, namun dilain sisi dianjurkan juga untuk umat Islam melakukan amr ma’ruf nahi munkar kepada pemimpin yang lalai terhadap amanat yang diembannya sebagai seorang pemimpin. Salah satu contohnya yakni dengan memberikan nasihat kepada para penguasa yang cenderung tidak adil kepada rakyatnya. Bahkan dalam HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011, menyebutkan bahwa jihad yang paling utama ialah mengatakan kebeneran di hadapan penguasa yang dzolim.

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011).

Menasehati yang baik ialah melihat pada perkara yang Allah dan Rasul-Nya ridhoi, sesuai dengan ajaran Islam yang Rohmatan lil alamin. Ketika penguasa keliru, maka kita nasehati dengan cara yang baik. Menasehati di sini bukan dengan mengumbar aib penguasa di hadapan orang banyak seperti demonstrasi besar-besaran. Dan dalam menyampaikan nasihat dilakukan dengan cara yang baik, sopan, adil, bijak, dan tidak ada kalimat yang mengandung unsur provokasi, sehingga menimbulkan kekacauan diantara masyarakat. Demi menjaga kemaslahatan masyarakat dan untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita sebagai mayarakat wajib bagi kita untuk mendo’akan para pemimpin yang hadir membawa kerusakan, dan menyatukan antara yang haq dan yang bathil. Kita do’akan semoga para pemimpin yang dzolim diberi petunjuk oleh Allah swt, semoga cepat sadar akan kesalahannya, dan mendapatridhlo dari Allah swt. Dan kita sebagai umat Muslim jangan sampai mencela dan mendo’akan yang buruk atas pemimpin yang dzolim. Karena, hal ini dapat menimpulkan masalah baru yang dapat menambah kekacauan yang ada.



SYAFI’ATUL AMALAH – 04020120065

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM – A4

TUGAS HADIST DAKWAH

Minggu, 19 September 2021

Sampaikan Dariku, Walau Satu Ayat


Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna dan Islam juga merupakan agama yang diridloi Allah swt, maka sudah sewajarnya Nabi Muhammad saw memerintahkan umatnya untuk penyampaikan ajaran Islam. Dalam menyampaikan ajaran Islampun terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Mulai dari hal yang berkaitan dengan diri seorang da’i sampai dengan mad’u. Dalam berdakwah seorang da’i dituntut untuk selalu peka terhadap apa yang sedang terjadi. Seorang da’i harus mempunyai ilmu yang menyeluruh, tidak dipotong-potong, dan matang.

Perlu kita ketahui bahwasannya berdakwah merupakan suatu kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh seorang Muslim. Sebagaimana pada hadits yang artinya “sampaikan dariku, walau satu ayat”. Ayat ini memberitahukan kepada kita untuk menyampaikan ayat walaupun hanya sedikit tetapi dengan pemahaman yang menyeluruh. Karena menyampaikan kandungan atau tafsir ayat tidak sama dengan menyampaikan suatu informasi atau berita.

Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat yang memerintahkan untuk melakukan berdakwah, diantaranya firman Allah yang berbunyi:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Yang artinya, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali ‘Imran/3: 104).

Ayat ini seringkali dipahami sebagai landasan utama bagi setiap muslim untuk menjalankan perintah amr ma’ruf nahy munkar, menyuruh pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. sebuah cara pandang yang memunculkan fenomena saling mengingatkan antar sesama yang pada dasarnya adalah nilai-nilai positif. Hendaknya untuk terus-menerus menyeru kepada kebajikan. Tujuan dakwah tidak akan tercapai hanya dengan anjuran melakukan perbuatan baik saja tanpa dibarengi dengan sifat-sifat keutamaan dan menghilangkan sifat-sifat buruk dan jahat agar tujuan dakwah dapat tercapai dengan baik. 

Salah satu contoh amal ma’ruf nahi mankar, yakni perintah Allah untuk menyampaikan amanah

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. QS. An-Nisa ayat 58.

Amanah adalah sesuatu yang dapat dipercaya. Dengan begitu, amanah bisa dikaitkan dengan sifat seseorang yang dapat dipercaya atau sesuatu yang dipercayakan. Amanah memiliki arti sebagai orang yang terpercaya atau bisa menjaga rahasianya. Setiap orang harus memiliki sifat amanah, terlebih lagi jika ia seorang pemimpin. Pemimpin yang baik harus bisa mendapatkan kepercayaan dari setiap pengikutnya.

Amanah sendiri menjadi salah satu indikator keimanan seorang manusia. Orang yang beriman akan selalu berupaya menjaga amanah dengan sebaik-baiknya. Dalam sabda Rasulullah SAW juga dijelaskan:

لاَ إِيمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ وَلاَ دِينَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ

Artinya: “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama orang yang tidak menunaikan janji”. (HR. Ahmad).

Contoh dari penerapan sifat amanah:

1. Mengembalikan barang yang telah dipinjam

2. Menjaga rahasia

3. Menyampaikan pesan kepada yang berhak menerima pesan, tenpa mengurangi ataupun menambahi pesan tersebut

4. Mengerjakan tugas

5. Tidak menyalahgunakkan jabatan yang telah diemban



SYAFI’ATUL AMALAH – 04020120065

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM – A4

TUGAS HADIST DAKWAH