Jumat, 05 November 2021

Tertarik Menjadi Wartawan di Istana Negara?

Berikut Pengalaman Bayu Putra Seorang Asisten Redaktur Jawa Pos Saat Menjadi Seorang Jurnalis di Istana Negara.











JOMBANG (28/10) - Workshop Jurnalistik KPI kembali digelar oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) dengan tema "Proses Produksi Berita dan Desain Media Cetak". Acara itu diselenggarakan secara online melalui via Zoom meeting pada hari Kamis, 28 Oktober 2021.

Acara itu dihadiri oleh dua narasumber yang sangat luar biasa, yakni Bayu Putra seorang asisten redaktur Jawa Pos dan Iwan Iwe seorang desainer media cetak dan content creator yang dimoderatori oleh Fikry Zahria Emeraldien, S.I.Kom., M.A., dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Acara itu dibuka oleh Dekan FDK Uinsa Dr. H. Abd. Halim, M.Ag. Beliau mengungkapkan bahwa Workshop Jurnalistik KPI merupakan adalah salah satu urat nadi pengembangan Islam dan di Fakultas Dakwah. Beliau berterima kasih kepada seluruh tim dan dosen yang terus berikhtiar untuk memperkuat kompetensi pengetahuan dan skill khususnya mahasiswa.

Bayu menyampaikan bahwa dalam pembuatan atau penulisan berita yang paling dinamis terletak pada bagian pencarian dan dalam pencarian berita yang baik diperlukan cara-cara yang bermacam-macam. Bayu menuturkan bahwasanya liputan di istana negara sama saja prinsipnya liputan di polsek, pemkot, pemkab, tugas seorang wartawan hanya satu yakni bertanya (mengklarifikasi) tidak ada yang lain, hanya saja letak perbedanya terletak pada jenis narasumbernya yang dapat memberi  konsekuensi tambahan yang cukup banyak.

Ada empat kekhususan dasar dalam melakukkan liputan di istana negara, diantaranya protokoler, ID pers, outfit, dan perilaku. Terkait outfit setidaknya ada tiga outfit yang biasa digunakkan oleh seorang jurnalis.

1. PSL = Pakaian Sipil Lengkap, dimulai dari setelan jas dari atas smpek bawah yakni sepatu formal. Misalnya pada acara-acara kenegaraan, seperti upacara hari kemerdekaan atau penerimaan tamu negara.

2. Baju batik lengan panjang = biasa digunakkan saat acara ceremony internal di istana negara dengan tujuan menghormati acara tersebut. Contohnya seperti pelantikan pejabat.

3. Kemeja = digunakkan untuk liputan sehari-hari.

"Prinsip utama liputan di istana negara yang pertama yakni terkait keamanan kepala negara menjadi nomer satu apapun yang terjadi" ujar Bayu. Kemudian, narasumber yang hadir di istana akan menjadi tempat klarifikasi dari hasil reset yang dilakukkan wartawan sebelumnya untuk mencari kebenaran atas isu yang terjadi.

Bayu juga menyampaikan beberapa tantangan yang pernah ia hadapi dalam liputan di istana. Pertama, kita harus cepat memahami semua bidang yang menjadi urusan negara. Kedua, kerap mendapatkan narasumber yang tak terduga, yang kemudian mengakibatkan terjadinya proses riset wawancara yang sangat singkat. Ketiga, sabar menunggu dinamika yang sedang berlangsung, bisa singkat bisa juga sampai berjam-jam. Keempat, berlarian ke kompleks dalam istana dikarenakan adanya agenda presiden yang mendadak. Kelima, mempertahankan posisi saat wawancara doorstop. Keenam, mewawancarai banyak narasumber dalam waktu yang bersamaan, dan tantangan yang lainnya.

Bayu juga menyampaikan bahwa sebagian harus tetap turun ke lapangan, meskipun terjadi adanya kerumunan. Kemudian seorang wartawan dituntut untuk krestif dalam mencari sumber informasi karena adanya sistem liputan yang serba terbatas.

"Menjadi seorang wartawan istana harus bisa melihat bagaimana presiden dan wapres bekerja, juga para pembantunya dalam mengambil kebijakan. Wartawan sebagai representasi kepresidenan. Dan wartawan bukanlah humas bagi seorang presiden." tegas Bayu.




Tentang Penulis 

Nama   :           Syafi’atul Amalah

NIM      :           04020120065

Prodi    :         Komunikasi dan Penyiaran Islam

Kelas    :           A4

Tugas   :           Pengantar Jurnalistik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar